BulanTerbelah di Langit Amerika book. Read 251 reviews from the world's largest community for readers. Buku Hanum sekali lagi memukau, personifikasi Bulan Terbelah dalam buku ini membuktikan sang penulis adalah sosok "The agent of Islam". Epilogue nya ditulis dengan sangat Indah ! Very recommending! Kristen dan Yahudi menyebutnya
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID 4pvJNLBBcyzoTJYvfZCddJwuOvYWCG-sepzH33liyVK5yVif_2Sx6Q==
FilmBulan Terbelah Di Langit Amerika ini bukanlah sebuah film yang mengangkat isuisu Islam tapi mendekatkan Islam dengan Amerika Allah berfirman “Sungguh telah dekat hari kiamat, dan bulan pun telah terbelah.” Al-Qamar 1 Apakah kalian akan membenarkan ayat Al-Qur’an ini yang menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris? Di bawah ini adalah kisahnya. Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah? Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan hal itu di University Cardif, Inggris bagian Barat. Para peserta yang hadir ber-macam2, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim. Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur’an. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, “Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah mengandung mukjizat secara ilmiah? Maka saya menjawabnya Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka hal itu adalah mukjizat yang terjadi pada masa Rasul terakhir Muhammad shallallahu alaihi wassalam, sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi2 sebelumnya. Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits2 Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur’an dan hadits2 Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta’alaa benar2 maha berkuasa atas segala sesuatu. Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah Munawarah. Orang2 musyrik berkata, “Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu dengan nada mengejek dan meng-olok2? Rasulullah bertanya, “Apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Coba belah bulan…” Rasulullah pun berdiri dan terdiam, berdoa kepada Allah agar menolongnya. Lalu Allah memberitahu Muhammad saw agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan dan terbelahlah bulan itu dengan se-benar2-nya. Serta-merta orang2 musyrik pun berujar, “Muhammad, engkau benar2 telah menyihir kami!” Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja “menyihir” orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada di tempat itu. Lalu mereka pun menunggu orang2 yang akan pulang dari perjalanan. Orang2 Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, orang2 musyrik pun bertanya, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?” Mereka menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan saling menjauh masing2-nya kemudian bersatu kembali…” Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir ingkar. Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya “Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda2 kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, “Ini adalah sihir yang terus-menerus”, dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap… sampai akhir surat Al-Qamar. Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, “Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai Tuan, bolehkah aku menambahkan?” Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab “Dipersilahkan dengan senang hati.” Daud Musa Pitkhok berkata, “Aku pernah meneliti agama2 sebelum menjadi muslim, maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna2 Al-Qur’an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku mem-buka2 terjemahan Al-Qur’an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya “Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah…” Aku bergumam Apakah kalimat ini masuk akal? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu? Maka, aku pun berhenti membaca ayat2 selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan se-hari2. Akan tetapi Allah maha tahu tentang tingkat keikhlasan hamba-Nya dalam pencarian kebenaran. Suatu hari aku duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi antara seorang presenter Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut bercerita tentang dana yang begitu besar dalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter berkata, “Andaikan dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak gunanya.” Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, “Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik pada segi kedokteran, industri ataupun pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia2, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.” Dalam diskusi tersebut dibahas tentang turunnya astronot hingga menjejakkan kakinya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar. Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, “Kebodohan macam apalagi ini, dana yang begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?” Mereka pun menjawab, “Tidak! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun.” Mendengar hal itu, presenter itu pun bertanya, “Hakikat apa yang kalian telah capai hingga demikian mahal taruhannya?” Mereka menjawab, “Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali! Presenter pun bertanya, “Bagaimana kalian bisa yakin akan hal itu?” Mereka menjawab, “Kami mendapati secara pasti dari batu2-an yang terpisah karena terpotong di permukaan bulan sampai di dalam perut bulan. Kami meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, “Hal ini tidak mungkin terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali!” Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, “Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, Mukjizat kehebatan benar2 telah terjadi pada diri Muhammad shallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar2 telah meng-olok2 AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, hingga 100 juta dollar, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin! Agama Islam ini tidak mungkin salah… Lalu aku pun kembali membuka Mushhaf Al-Qur’an dan aku baca surat Al-Qamar. Dan saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.” Subhanallah…. Wassalamu’alaikum
Makasaya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjangkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka hal itu adalah mukjizat yang terjadi pada masa Rasul terakhir Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam,sebagai pembenaran atas
Jakarta Bulan merupakan satelit alami satu-satu Bumi, dan merupakan satelit terbesar kelima di tata surya Bimasakti serta yang terbesar jika didasarkan pada ukuran planet yang menjadi orbitnya. Dan Bulan disebut penelitian modern NASA menyebut bukan objek mati. Bulan memiliki diameter 27 persen, kepadatan 60 persen dan massa satu per 81 dari massa Bumi. Dua peneliti, Tom Watters dari Smithsonian National Air dan Space Museum menyebut Bulan memiliki patahan bernama Lobate Scarp, diyakini akibat material kerak bulan yang saling mendorong. Patahan ini juga disebut Watters mengindikasikan terdapat faktor yang menyebabkan Bulan mengalami pengerutan atau penyusutan. Watters memperkirakan patahan terjadi pada sekitar dua miliar tahun lalu hingga ratusan juta tahun lalu. Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini? Sementara itu pada tahun 2010 lalu, staf peneliti NASA Lunar Science Institute NSLI Brad Bailey menyebut bahwa pihaknya belum menemukan laporan bukti ilmiah yang menyebut bahwa Bulan terbelah menjadi dua atau lebih bagian, dan kemudian menyatu kembali di titik tertentu di masa lalu. Menurut Al Quran, Bulan pernah terbelah sehingga memunculkan fenomena patahan ini terjadi pada sekitar tahun lalu. Dalam surat Al Qamar ayat 1, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa saat hari kiamat semakin dekat, bulan pun terbelah. Selain itu, fenomena Bulan terbelah ini juga menjadi salah satu mukjizat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, sebagai bukti kenabian di hadapan orang-orang musyrik, seperti yang disampaikan di Al Quran pada surat Al Qamar ayat 2 dan 3. "Dan jika mereka orang-orang musyrikin melihat suatu tanda mukjizat, mereka berpaling dan berkata 'Ini adalah sihir yang terus-menerus. Dan mereka mendustakan Nabi dan mengikuti hawa nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan telah ada ketetapannya'." QS Al Qamar 2–3 Akhirzaman (atau sering disebut hari akhir, kiamat) adalah periode waktu yang dijelaskan dalam eskatologi dari agama-agama dunia yang dominan, baik Abrahamik maupun non-Abrahamik.. Agama-agama Abrahamik mempertahankan kosmologi linear, dengan skenario akhir zaman yang mengandung tema transformasi dan penebusan. Dalam Yudaisme, istilah hari akhir membuat referensi ke Zaman Mesianik, dan Peristiwa terbelahnya bulan yang masyhur dengan istilah Syaqqul Qamar bahasa Arab شق القمر adalah peristiwa yang menunjukkan salah satu dari mukjizat kenabian Nabi Muhammad saw. Berdasarkan sumber periwayatan Islam, Nabi Muhammad saw pada peristiwa tersebut menunjuk bulan dengan jari telunjuknya yang dengan itu bulan terbelah dua seketika. Peristiwa tersebut terjadi diawal-awal tahun diangkatnya Nabi Muhammad saw sebagai Nabi. Kaum orientalis menyangsikan terjadinya peristiwa ajaib tersebut, namun ulama-ulama Islam telah memberikan jawaban yang membungkam mereka. Jalannya Peristiwa Menurut Syekh Thusi, umat Islam secara ijma meyakini terjadinya peristiwa Syaqqul Qamar meski pada tahun-tahun setelahnya, bermunculan pendapat yang menyangsikan terjadinya peristiwa diluar nalar tersebut, namun tetap tidak mampu memberikan argumentasi yang menjatuhkan keyakinan umat Islam akan terjadinya peristiwa tersebut. [1] Namun terjadi perbedaan pendapat dikalangan kaum Muslimin mengenai bagaimana proses terjadinya peristiwa terbelahnya bulan tersebut, yang disebabkan dengan adanya periwayatan yang juga berbeda-beda. Masyhur dikalangan umat Islam, bahwa peristiwa terbelahnya bulan adalah salah satu dari tanda kenabian Nabi Muhammad saw, yang dengan kehendak Ilahi, ketika telunjuk Nabi Muhammad saw diarahkan ke bulan, saat itu juga, bulan tiba-tiba terbelah dua, dan setelah diperintah oleh Nabi saw bulan itu kembali menyatu dan berada pada keadaannya seperti semula. [2] Ulama Mufassir Islam baik dari kalangan Ahlusunah maupun Syiah menyakini, ayat-ayat awal surah Al-Qamar adalah mengisyaratkan mengenai terjadinya peristiwa terbelahnya bulan tersebut. اقتربت الساعة و انشق القمر و ان یروا آیة یعرضوا و یقولوا سحر مستمر Artinya Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan, dan jika mereka orang-orang musyrikin melihat suatu tanda mukjizat, mereka berpaling dan berkata "Ini adalah sihir yang terus menerus." Qs. Al-Qamar 1-2 Waktu Terjadinya Peristiwa terbelahnya bulan terjadi di zaman Rasulullah saw diawal-awal tahun Bi'tsah di kota Mekah. Muhammad Husain Thabathabai, ulama Mufassir Syiah dalam kitab tafsirnya al-Mizan menulis bahwa peristiwa tersebut terjadi pada 14 Dzulhijjah lima tahun sebelum Hijrah. [3] Latar Belakang Terjadinya Terbelahnya bulan diawali dari permintaan kaum Musyrikin Arab yang berkeyakinan bahwa Nabi Muhammad saw adalah seorang penyihir, dan kekuataan sihir dalam keyakinan mereka hanya mampu mempengaruhi apa yang ada dibumi dan tidak untuk dilangit. Karena itu mereka menghendaki Nabi Muhammad saw menunjukkan bukti bahwa ia bukan penyihir dan benar-benar seorang nabi yang memiliki mukjizat yang mampu memberi pengaruh pada apa yang ada di langit. Memenuhi permintaan tersebut, Nabi Muhammad saw menunjukkan mukjizatnya, dengan membelah bulan atas izin Allah swt. [4] Kedudukan Peristiwa ini di Sisi Ulama Menyikapi terjadinya peristiwa terbelahnya bulan, ulama Islam terbagi atas dua kelompok. Umumnya Mufassir Syiah dan Ahlusunah meyakini peristiwa ini terjadi dan itu diisyaratkan dalam Alquran ayat pertama pada surah Al-Qamar. [5] Perbedaan pada kelompok ini hanya pada bagian kecil dari proses terjadinya peristiwa tersebut, pada umumnya mereka menyepakati peristiwa ini terjadi berdasarkan ijma' [6], mutawatir [7]atau istifadhah [8] Sementara kelompok kedua, yang dikaitkan dengan pendapat Hasan al-Bashri, 'Athaa Khurasani, dan Balkhi bahwa ayat pertama surah Al-Qamar yang mengisyaratkan mengenai terbelahnya bulan adalah menunjukkan salah satu peristiwa yang akan terjadi pada hari kiamat kelak. [9] Kritikan dan Bantahannya Peristiwa terbelahnya bulan mendapat kritikan dari dua sisi. Pertama, peristiwa terbelahnya bulan adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Sangat tidak masuk akal, benda langit bisa terbelah dua hanya karena isyarat jari telunjuk dan kemudian kembali menyatu sebagaimana keadaannya semula. Bantahannya, sebagaimana teori asal usul tata surya dan asal meteorit, kemungkinan terbelahnya benda langit bisa saja terjadi, dan itu bukan hal yang mustahil dan tidak mungkin. [10] Kedua, jika peristiwa terbelahnya bulan benar-benar terjadi, lantas mengapa dalam literatur sejarah bangsa-bangsa lain tidak ditemukan adanya catatan mengenai peristiwa tersebut?. Jawabannya, peristiwa tersebut terjadi pada malam hari, yang memungkinkan orang-orang sedang dalam keadaan tidur dan ilmu astronomi di Arab saat itu belum berkembang, sehingga pengamatan terhadap aktivitas benda langit tidak selalu dilakukan setiap malam. [11] Kontroversi Foto NASA Pada tahun 2004 diterbitkan sebuah buku yang ditulis oleh Zaghloul El-Naggar yang didalamnya memuat foto yang diakuinya diambil oleh NASA yang menunjukkan adanya bukti bahwa bulan pernah terbelah dengan adanya garis memanjang pada badan bulan. Meski kemudian sejumlah ilmuan NASA menyebut foto tersebut hoax. [12] Catatan Kaki ↑ Syaikh Thusi, al-Tibyān fi Tafsir al-Qur'an, jld. 9, hlm. 443. ↑ Untuk contoh bisa merujuk Thusi, al-Tibyāan, fi Tafsir al-Qur'an, jld. 9, hlm. 443. ↑ Thabathabai, jld. 19, hlm. 65. ↑ Majlisi, jld. 17, hlm. 355. ↑ Thabarsi, jld. 9, hlm. 282; Fakhrurazi, jld. 29, hlm. 337. ↑ Thabarsi, Fadhl bin Hasan, hlm. 310. ↑ Sayid Syarif dalam Syarah al-Mawāqif dan Ibnu al-Sabki dalam Syarah al-Mughtashar yang dinukil dari Alusi, jld. 27, hlm. 105. ↑ Thabathabai, jld. 19, hlm. 60. ↑ Thabathabai, jld. 19, hlm. 56. ↑ Makarim Shirazi, jld. 23, hlm. 13-17. ↑ Thabathabai, jld. 19, hlm. 64-65. ↑ Hal ini juga diungkapkan dalam Wikipedia, pada item, شق‌القمر Daftar Pustaka Al-Alusi, Sayid Mahmud, Tafsir Ruh al-Ma'āni fi Tafsir al-Qur'an al-Azhim wa al-Sab' al-Matsāni, riset Muhammad Ahmad al-Amad dan Umar Abdul Islam Islami, Beirut, Dar al-Ahya, al-Turats al-Arabi, cetakan terbaru. Thabathabai, Sayid Muhammad Husain, al-Mizān fi Tafsir al-Qur'an, Muassasah al-'Alami lil Mathbuat, 1391 H. Thabarsi, Fadhl bin Hasan, Majma' al-Bayān, riset Lajnah min al-Ulama wa al Muhaqqiqin al-Ahshayin, Beirut, Muassasah al-'Alami lil Mathbu'at, 1415 H. Fakhrurazi, Muhammad bin Umar, Mafātih al-Ghaib, Beirut, Dar Ahya al-Turats al-'Arabi, 1420 H, cet. 3. Majlisi, Muhammad Baqir, Bihār al-Anwār al-Jāmi'ah, Beirut, Dar Ahya al-Turats al-'Arabi, 1403 H, cet. 2. Mar'asyi Najafi, Sayid Syahabuddin, Syarh al-Haq wa Izhāq al-Bāthil, Qom, Nasyr Maktabah Ayatullah al-Mara'asyi al-Najafi. vte Nabi Muhammad sawNasabGaris keturunan Abdul Mutthalib • Hasyim bin Abdu Manaf • 'Abd Manaf bin Qushayy • Qushay bin KilabOrang tua Abdullah bin Abdul Muththalib • Aminah binti Wahabkehidupan Darun Nadwa • Hilf al-Fudhul • Tahannuts • Bi'tsah • Isra dan Mikraj • Baiat Aqabah • Baiat Nisa • Baiat Ridhwan • HijrahIstri-istri Khadijah sa • Saudah • Aisyah • Hafshah • Zainab binti Khuzaimah • Ummu Habibah • Ummu Salamah • Zainab binti Jahsy • Juwairiyah • Mariyah • Shafiyyah • Maimunah binti HaritsPutra putri Qasim • Zainab • Ruqayyah • Ummu Kultsum • Fatimah az-Zahra sa • Abdullah • IbrahimSahabat Imam Ali as • Sayidah Khadijah sa • Sayidah Fatimah sa • Abu Thalib • Imam Hasan as • Imam Husain as • Hamzah • Ja'far al-Thayyar • Abu Dzar • Salman • Miqdad • Yasir • Sumayyah • Ammar • Abu Bakar • Umar • Utsman • Jabir • Abu Rafi' • Thalhah • Zubair • Abu Sa'id al-Khudri • Jabir bin Samurah→ lainUcapan Nahjul Fashahah • Hadis Yaum al-Dar • Khutbah al-Ghadir • Hadits Dua Belas Khalifah • Hadis Tsaqalain • Hadis Dawat • Hadis Manzilah • Hadis al-Lauh • Hadis Kisa' • Hadis Safinah • Hadis Qarura • Hadis Thair Masywi • Hadis Rayat • Hadis Madinatul 'Ilmi • Hadis Wishayat • Sadd al-Abwab • Hadis Laulaka • Hadis Iftiraq • Hadis Man Mata • Hadis WilayahMukjizat Alquran al-Karim • Radd al-Syams • Terbelahnya BulanGhazwah Abwa • Badar • Hamra al-Asad • Uhud • Bani Nadhir • Khaibar • Fathu Mekah • Hunain • Bani QuraizhahBuku-buku Sunan al-Nabi • Al-Shahih min Sirat al-Nabi al-A'zam • Makatib al-Rasul • Nahjul Fashahahlain Ahmad • Hazratbal • Halimah al-Sa'diyah • Masjid Nabawi • Masjid Dhirar • Mi'raj • Putra putri • Sahw al-Nabi • Taq Kasra Ghazwah / Sahabat
Merekamenjawab, "Kami mendapati secara pasti dari batu2-an yang terpisah (katrena) terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Kami meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, "Hal ini tidak mungkin terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali!"
“Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan. Dan jika mereka melihat suatu tanda, mereka berpaling dan berkata, “Sihir yang terus menerus,” Al-Qamar [54] 1-2. SUATU hari di sebuah seminar di Fakultas Kedokteran Universitas Cardiff di Wales, Inggris, awal tahun 2000-an. Hadir di situ Dr Zaglul An-Najjar, penulis buku Pembuktian Sains dalam Sunah. Seorang laki-laki berkebangsaan Inggris berdiri dan meminta izin untuk berbicara. Ia mengenalkan dirinya bernama David M Pidcock, seorang Muslim dan tengah memimpin sebuah organisasi Islam di negaranya. Sebelumnya ia non-Muslim. Peristiwa ke-Islaman-nya berawal ketika seorang sahabat Muslim meminjamkan Al-Qur’an kepadanya. Kebetulan saat itu ia tengah intens mempelajari agama-agama di dunia. Pidcock mulai mempelajari halaman demi halaman Al-Qur’an hingga tiba pada Surat Al-Qomar 1 – 2. Ia tak percaya isi surat itu. Maka ia langsung menutup Al-Qur’an dan meninggalkannya. Allah rupanya berkehendak lain. Tak berapa lama kemudian ia menonton siaran televisi BBC. Seorang penyiar tengah mewawancarai tiga astronom Amerika Serikat AS tentang aktivitas mendaratkan manusia ke bulan. Saat itu tahun 1978. BACA JUGA Ketika Bulan Terbelah Sang penyiar mengkritik kebijakan pemerintah AS yang mengirim manusia ke bulan. Kebijakan itu telah menghabiskan biaya sekitar 100 juta dolar AS. Ini pemborosan. Bila dana tersebut diberikan kepada jutaan orang yang kelaparan akan jauh lebih berfaedah. Para ilmuwan itu membela diri. Mereka mengatakan bahwa perjalanan tersebut telah membuktikan satu fakta penting yang seandainya mereka mengeluarkan dan berkali-kali lipat dari dana itu untuk membuat manusia yakin dan menerima fakta tersebut, tetap tak ada seorang pun yang akan mempercayainya. Si penyiar sontak bertanya, “Fakta apa itu?” Para ilmuwan itu menjawab bahwa bulan pada masa dahulu kala pernah terbelah, kemudian melekat lagi. Bekas-bekas yang menunjukkan fakta ini sangat terlihat di permukaan bulan sampai ke dalam perut bulan. Begitu mendengar ini saya langsung melompat dari kursi yang saya duduki di depan televisi dan berkata dalam hati bahwa sebuah mukjizat telah terjadi pada Muhammad tahun yang lalu,” kata Pidcock. “Al-Qur’an telah menyebutkannya dengan perincian yang begitu mengagumkan. Ini pasti agama yang benar,” kata Pidcock lagi. Ia pun memeluk Islam. Peristiwa terbelahnya bulan banyak dilansir berbagai kitab hadits dan sirah berdasarkan penuturan sejumlah sahabat, di antaranya Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas Radhiyallahu anhum. Sejarah India dan Cina Kuno juga telah menceritakan peristiwa ini. Kutipan dari buku “1000 Mukzijat Nabi akhir Zaman Mukzijat Rasulullah” oleh Dr. Mushtafa Murad halaman 8-9, sebagai berikut ini. Terbelahnya bulan juga merupakan salah satu mukzijat Rasulullah SAW, yakni bulan terbelah dua hingga sebuah gunung berada di antara keduanya. Dirawikan dari Anas, ia berkata, “Penduduk Makkah pernah meminta Nabi untuk menunjukkan sebuah mukzijat, maka bulan di Makkah terbelah dua. Beliau lalu membaca firman Allah, “Telah dekat datangnya saat itu hari kiamat dan telah terbelah bulan.” QS. Al-Qamar [54]. Mendengar hal ini, orang-orang kafir Quraisy mengatakan, “Bila ia telah berhasil menyihir kita”. Akan tetapi sebagian yang cerdas dari mereka berkata, “sihir memang bisa menimpa dan mengelabuhi orang yang hadir dan menyaksikannya, namun sihir tidak akan mampu mengelabui semua manusia”. HR. Al-Baihaqi. Beberapa pendapat bermunculan tentang pemahaman “terbelahnya bulan” dalam ayat QS. Al-Qamar [54] di atas. Ir. Agus Haryo Sudarmojo dalam bukunya “Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an” di halaman 66-68, mengutarakan satu per satu sebagai berikut ini. Pendapat Pertama. Secara Geo-Sains memang telah terbukti bahwa dahulu kala bulan pernah terbelah akibat benturan asteroid. Data perbatuan bulan menyajikan informasi adanya jalur batuan metamorf yang menembus bulan. Jalur itu berawal dari permukaan hingga ke inti dan menembus ke permukaan bulan di sisi yang berseberangan. Hal ini hanya dapat dijelaskan bila bulan pernah terbelah dan menyatu kembali. Pergesekan saat terjadi penyatuan bagian-bagian batuan bulan menimbulkan tekanan P dan temperatur T yang tinggi dan selanjutnya mebentuk jalur metamorf. BACA JUGA Meski Melihat Mukjizat Bulan Terbelah, Mereka Tetap Kafir Pendapat kedua. DR Khalifa dari NASA telah menjelaskan pengertian ayat tersebut, yaitu bahwa tidak seorang pun dapat menyangkal kebenaran Surah Al-Qamar Ayat 1. Kita dapat merujuk suatu kenyataan bahwa Neil Amstrong dan Aldrin meninggalkan bulan dengan membawa batuan bulan sebanyak 21 kg untuk contoh penelitian. Itulah yang dimaksud dengan pengertian terbelahnya bulan, dan inilah yang membuat sang ilmuan NASA itu memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Khalifa. Pendapat ketiga. Suatu saat bulan akan terbelah bila mendekati kiamat. Secara sains, hal ini juga dimungkinkan apabila asteroid membentur bulan sehingga bulan lenyap dan hancur. Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sangat mungkin terwujud. Bulan pernah terbelah di masa lalu dan akan kembali terbelah di masa yang akan datang berdasakan data-data sains. Wallahu’alam. [] SUMBER REPUBLIKACO.ID, JAKARTA -- Meskipun filmnya masih dalam proses produksi, namun masyarakat sudah tidak sabar lagi untuk segera menyaksikan penayangan film 'Bulan Terbelah di Langit Amerika' di bioskop. Hal itu terlihat dalam roadshow pertama mereka yang dipadati pengunjung pelajar dan mahasiswa. Hadir dalam roadshow film ini, penulis novel sekaligus script writer film 'Bulan Terbelah di Langit Syekh Muhammad Rasyid Ridha 1865-1935, ulama besar modernis dan ahli hadits terkemuka di awal abad ke-20, menolak keabsahan hadits-hadits tentang pernah terbelahnya bulan di masa Nabi saw. hidup. Syekh Muhammad Rasyid Ridha dikenal sangat keras menolak hadits-hadits Israiliyat dan hadits-hadits dari para perawi yang biasa meriwayatkan hadits-hadits tersebut seperti Kahb al-Ahbar dan Wahb ibn-Munabbih. Rasyid Ridha bahkan dengan tegas menganggap keduanya sebagai tokoh Israiliyat yang paling jahat dan paling sengit dalam mengacaukan dan menipu kaum Muslim.[1] Rasyid Ridha juga dikenal sebagai ulama yang menolak semua mukjizat Rasulullah saw. yang hissi indrawi kecuali Al-Qur’an, kemudian menakwilkan mukjizat-mukjizat tersebut secara rasional agar dapat diterima oleh akal. Salah satu dari penakwilannya itu adalah terhadap riwayat tentang peristiwa terbelahnya bulan pada masa Rasulullah saw. Menurut para mufassir, peristiwa itu sudah diinformasikan dalam surat al-Qamar 54 ayat 1 اِقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ “Saat datangnya hari kiamat telah dekat, dan terbelahlah bulan.” Menurut banyak ahli tafsir, peristiwa tentang terbelahnya bulan itu sudah terjadi pada masa Rasulullah saw., tepatnya lima tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik bahwa penduduk Mekkah telah meminta kepada Rasulullah saw. Agar memperlihatkan suatu mukjizat kepada mereka untuk menjadi bukti kerasulan beliau. Allah kemudian memperlihatkan kepada mereka terbelahnya bulan. Selain itu, telah pula diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud bahwa pada masa Rasulullah saw., bulan terbelah menjadi dua. Rasulullah kemudian berseru, “Saksikanlah oleh kalian.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Ketika kami berada di Mina bersama Rasulullah saw., bulan terbelah dua. Sebelah berada di balik gunung dan sebelah lagi berada di depan gunung. Rasulullah saw. lalu bersabda kepada kami, Saksikanlah oleh kalian.'” Al-Bukhari dan Muslim juga telah meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas bahwa bulan pernah terbelah pada masa Rasulullah saw. Di samping itu, Muslim juga telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan bahwa pada masa Rasulullah saw. bulan terbelah, lalu menjadi dua bagian. Orang-orang Quraisy kemudian berkata, “Muhammad sudah menyihir mata kita.” Di antara mereka itu kemudian ada yang berucap, “Walaupun ia dapat menyihir kita, ia tidak akan dapat menyihir semua orang.” Menurut riwayat yang lain, mereka kemudian bertemu dengan kafilah yang menginformasikan bahwa mereka telah melihat peristiwa itu, namun-namun orang-orang Quraisy mendustakannya. Menurut sejumlah pakar hadits, hadits-hadits tentang terbelahnya bulan pada masa Rasulullah saw. tidak hanya termasuk hadits-hadits shahih, tetapi juga termasuk hadits-hadits mutawatir. Meskipun demikian, Syekh Rasyid Ridha tidak bisa menerima hadits-hadits tersebut, baik dilihat dari segi periwayatan isnad maupun dari segi isi atau redaksinya matan. Menurut Rasyid Ridha, apabila dilihat dari segi periwayatan, hadits-hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik dan Abdullah bin Abbas tergolong hadits mursal hadits yang terputus sanad perawinya setelah tabi’in. Dikatakan demikian, karena peristiwa terbelahnya bulan itu terjadi pada tahun kelima sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah. Pada waktu itu Anas berada di Madinah dan baru berusia lima tahun, sedangkan Ibnu Abbas belum lahir. Meskipun ada kemungkinan mereka berdua itu telah meriwayatkannya dari sahabat yang lebih tua daripada mereka, tidak pula suatu hal yang mustahil jika mereka telah meriwayatkannya dari tabi’in, bahkan dari Ka’b al-Ahbar yang tidak dipercaya oleh Rasyid Ridha karena banyak meriwayatkan hadits-hadits Israiliyat -MA. Kalau mereka telah meriwayatkannya bukan dari sahabat, sudah tentu hadits-hadits tersebut tidak dapat dikatakan hadits-hadits shahih, karena salah satu persyaratannya, yaitu sanadnya harus bersambung sampai kepada periwayat yang menyaksikan peristiwa terbelahnya bulan itu tidak terpenuhi.[2] Berkenaan dengan posisi Ibnu Umar, Rasyid Ridha mengatakan bahwa di dalam riwayat itu, Ibnu Umar tidak menyatakan telah menyaksikan peristiwa tersebut, tetapi hanya menceritakan bahwa bulan terlihat terbelah dua.[3] Hadits-hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud memang shahih secara isnad. Akan tetapi, jika dilihat dari segi matan-nya, hadits-hadits tersebut tidak dapat dikatakan demikian. Sebab, matan-matan yang terdapat di dalam hadits-hadits tersebut saling bertentangan. Misalnya, matan yang pertama menginformasikan bahwa peristiwa tentang terbelahnya bulan itu terjadi di Mekkah. Namun, matan yang lain menginformasikan bahwa peristiwa tersebut terjadi ketika Ibnu Mas’ud dan para sahabat yang lain sedang berada di Mina bersama Rasulullah saw. Matan-matan yang terdapat pada riwayat-riwayat yang lain begitu juga. Misalnya, matan yang pertama menginformasikan bahwa bulan telah terbelah dua, belahan yang pertama berada di atas Abu Qubays dan belahan yang kedua berada di atas Suayda. Matan yang kedua menjelaskan bahwa belahan yang pertama berada di balik gunung dan belahan yang kedua berada di depan gunung. Matan yang ketiga menerangkan bahwa belahan yang pertama berada di bukit Shafa dan belahan yang kedua berada di Marwa, dan seterusnya. Menurut kaidah yang sudah dikenal di kalangan ulama adalah apabila terdapat beberapa nash yang saling berlawanan, sedangkan upaya untuk mengkompromikannya tidak berhasil, nash-nash itu menjadi gugur.[4] Selain argumen di atas, Rasyid Ridha juga mengatakan bahwa jika hadits-hadits yang berkenaan dengan terbelahnya bulan menjadi dua bagian itu benar termasuk hadits mutawatir, pasti orang-orang di berbagai negeri dan dari berbagai bangsa banyak yang melihat dan meliput peristiwa alam yang menakjubkan itu. Di samping itu juga, jika betul peristiwa itu merupakan mukjizat yang membuktikan kebenaran Rasulullah saw. pasti para sahabat besar yang meyertai beliau , seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali khulafa al-rasyidin serta orang-orang yang sudah dijamin masuk surga tidak ketinggalan pula meriwayatkan peristiwa yang langka tersebut. Namun, kenyataannya tidaklah demikian.[5] Argumen lain yang dikemukakan Rasyid Ridha adalah Allah telah menciptakan alam semesta ini beserta planet-planetnya dalam keadaan yang baik sekali, teratur rapi, tidak ada perbenturan satu sama lain, dan tidak ada kesemrawutan padanya. Allah telah menciptakan dan mengatur semuanya itu dengan sunnah-Nya yang tidak pernah mengalami pergantian dan perubahan. Karena itu, tidak perlu dipercayai berita tentang adanya suatu peristiwa alam yang telah dapat mengubah sunnatullah, kecuali jika berita itu adalah berita yang didasarkan pada nash yang qath’I, seperti berita-berita tentang mukjizat-mukjizat para rasul yang telah dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Padahal, berita tentang peristiwa terbelahnya bulan pada masa Rasulullah saw. dan munculnya matahari dari sebelah barat, di samping bertentangan dengan sistem pengaturan alam semesta, juga bertentangan dengan surat ar-Rahman 55 ayat 5 “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” dan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya matahari dan bulan, tidak untuk memberitahukan kematian dan kehidupan seseorang, tetapi untuk menjadi dua tanda kekuasaan Allah.” Dalam penjelasan selanjutnya, Rasyid Ridha mengatakan bahwa jika betul peristiwa terbelahnya bulan itu merupakan jawaban atas permintaan kafir Quraisy agar beliau memperlihatkan mukjizat yang menjadi bukti kerasulan beliau, tentu Allah akan menurunkan azab kepada mereka, sesuai dengan penegasan Allah di surat al-Israa 17 ayat 59 tentang azab yang diterima oleh kaum Tsamud yang telah mendustakan Rasul Allah وَمَا مَنَعَنَا اَنْ نُّرْسِلَ بِالْاٰيٰتِ اِلَّا اَنْ كَذَّبَ بِهَا الْاَوَّلُوْنَ وَاٰتَيْنَا ثَمُوْدَ النَّاقَةَ مُبْصِرَةً فَظَلَمُوْا بِهَا وَمَا نُرْسِلُ بِالْاٰيٰتِ اِلَّا تَخْوِيْفًا “Dan tidak ada yang menghalangi Kami untuk mengirimkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan Kami, kecuali karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang terdahulu. Kami telah memberikan unta betina kepada Tsamud untuk menjadi mukjizat yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan Kami tidak memberikan tanda-tanda itu, kecuali untuk menakut-nakuti.” Akan tetapi, tidak pernah diriwayatkan bahwa Allah telah menurunkan azab kepada salah seorang pun dari mereka yang telah mendustakan kerasulan Muhammad. Bahkan sebaliknya, di antara mereka itu ada yang meninggal beberapa waktu kemudian sesudah peristiwa tersebut, ada yang meninggal pada waktu perang Badar, dan ada pula yang memeluk Islam beberapa tahun kemudian setelah mendustakan beliau.[6] Meskipun argumen-argumen yang telah dikemukakan Ridha tersebut masih bisa diperdebatkan, yang jelas apabila ditinjau dari sudut sains modern, khususnya ilmu fisika dan astronomi, peristiwa bulan terbelah dua itu tidak masuk akal dan tidak mungkin terjadi. Sebab, jika planet yang dekat dengan bumi itu sedikit saja bergeser dari orbitnya, sudah menimbulkan akibat yang serius pada tatanan alam semesta dan para penghuni bumi, apalagi jika planet tersebut terbelah menjadi dua. Sesuai dengan pendiriannya tersebut, maka Ridha tidak mau menafsirkan ayat pertama surat al-Qamar, “insyaqq al-qamar” bulan sudah terbelah dengan pengertian hakiki, tetapi menafsirkan atau tepatnya menakwilkannya dengan pengertian majasi, yaitu “kebenaran sudah muncul atau jelas”. Argumen Rasyid Ridha mengambil pengertian tersebut adalah kalau kita merujuk kepada bahasa Arab seperti yang terdapat dalam berbagai kamus, lafal insyaqq bisa juga diartikan dengan “muncul”. Di dalam kitab Lisan al-Arab, kalimat “syaqq al-shubh” diartikan dengan “shubuh sudah muncul”. Di dalam hadits juga disebutkan, “falammaa saqqa al-fajr umirnaa bi iqaamat al-shalaah”, yang berarti “apabila sudah muncul terbit fajar, kita disuruh mendirikan shalat.” Kalau disebut insyaqq al-barq, maksudnya adalah cahaya kilat itu muncul memanjang dan membentang di cakrawala. Dengan pengertian itulah pula kalimat insyaqq al-qamar. Maksudnya, cahaya bulan itu telah muncul dan menyebar. Di dalam surat al-Qamar, lafaz tersebut diartikan dengan “kebenaran telah muncul dan jelas bagaikan bulan yang telah membelah kegelapan dengan munculnya malam purnama”. Menurut al-Raghib di dalam Mu’jam Mufradaat Alfazh Al-Qur’an, kalimat insyaqq al-qamar itu ada yang mengatikannya dengan bulan pernah terbelah dua pada masa Rasulullah saw, ada yang mengartikannya dengan terbelahnya bulan itu akan terjadi pada waktu hari kiamat sudah dekat, dan ada pula yang mengartikannya dengan wadhh al-amr perkara sudah jelas atau terang. Alasannya ialah bangsa Arab biasa mengibaratkan perkara yang sudah jelas dengan bulan. Namun, menurut penulis al-Taj, pengertian yang terakhir adalah pengertian yang terdekat dengan ayat, terutama apabila dilihat dari segi nash bahasa dan relevansi ayat, karena bulan yang terbelah menjadi dua bagian yang terpisah tidak termasuk pada peringatan terhadap kaum musyrik yang menjadi pokok pembicaraan surat. Hal itu juga tidak dapat dianggap bagian dari tanda-tanda hari kiamat, seperti langit terbelah dan bintang-bintang berhamburan. Dengan demikian, pengertian ayat tersebut adalah “kebenaran telah muncul atau jelas dan kejelasannya itu adalah dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an.”[7] * Diambil dari buku “RASYID RIDHA, Konsep Teologi Rasional dalam Tafsir al-Manar”, oleh A. Athaillah. ***** [1] Rasyid Ridha, Majalah Al-Manar, Jilid XXVII, juz ke-10, hal. 783. [2] Rasyid Ridha, Majalah Al-Manar, jld. XXX, hal. 262. [3] Rasyid Ridha, Majalah Al-Manar, jld. XXX, hal. 263. [4] Rasyid Ridha, Majalah Al-Manar, jld. XXX, hal. 264. [5] Rasyid Ridha, Majalah Al-Manar, jld. XXX, hal. 266. [6] Rasyid Ridha, Majalah Al-Manar, jld. XXX, hal. 368. [7] Rasyid Ridha, Majalah Al-Manar, jld. XXX, hal. 372-373. .
  • y3x2b24dtr.pages.dev/123
  • y3x2b24dtr.pages.dev/756
  • y3x2b24dtr.pages.dev/743
  • y3x2b24dtr.pages.dev/5
  • y3x2b24dtr.pages.dev/552
  • y3x2b24dtr.pages.dev/710
  • y3x2b24dtr.pages.dev/207
  • y3x2b24dtr.pages.dev/129
  • y3x2b24dtr.pages.dev/767
  • y3x2b24dtr.pages.dev/870
  • y3x2b24dtr.pages.dev/463
  • y3x2b24dtr.pages.dev/130
  • y3x2b24dtr.pages.dev/895
  • y3x2b24dtr.pages.dev/339
  • y3x2b24dtr.pages.dev/976
  • bulan terbelah menurut kristen